Friday, October 7, 2016

MAKALAH FIQIH TENTANG HAJI LENGKAP

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Haji sendiri sudah ada sejak Nabi Adam As. Beliau bersama Siti Hawa atas perintah Allah SWT melaksanakan ibadah di tempat tersebut (Mekkah), kemudian disusul Nabi Ibrahim A.s. dan Nabi Islamail A.s. Yang dikenal sebagai Bapak para Nabi dan Rasul dan di teruskan Nabi Muhammad SAW yang berlangsung sampai sekarang. Haji merupakan salah satu ibadah wajib yang di cantumkan dalam rukun Islam, dengan tempat yang sudah ditentukan oleh Allah SWT yang bertempat di tanah Arab.[1]
Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang mulia. Ibadah haji merupakan pernyataan umat Islam seluruh dunia menjadi umat yang satu karena memiliki persamaan atau satu akidah. Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umroh merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan rintangan. Ibadah haji Menumbuhkan semangat berkorban, baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.

Barang siapa pergi ke Baitullah untuk memenuhi kewajiban sebagai seorang muslim (haji), setelah selesai mendatanginya ada kerinduan untuk datang kembali. Dia sebagai pusat tauhid, ruhnya iman dan rumah pertama yang dibangun oleh manusia. Yang mendatanginya akan mendapat rizki di dunia maupun di akhirat.(Ali Yahya, 2008 : 411-412) Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda : “Sembahlah Allah SWT dan jangan pernah engkau menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, lalu dirikanlah shalat, bayarlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, dan laksanakanlah ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu menunaikannya”. (Al-Qarni, 2010:79)
Baca jugak
Dengan demikian haji merupakan salah rukun Islam yang wajib kita laksanakan sebagai seorang Muslim (jika sudah mampu), dalam pelaksanaan haji sendiri, mempunyai beberapa Rukun, cara dan syarat-syarat yang harus di penuhi agar hajinya dapat dikatakan sah menurut syariat Islam, memahami manasikh haji dan masalah-masalah kontemporer dalam pelaksanaan ibadah haji, kita sebagai mahasiswa yang berbasis Nahdlatul ulama’ haruslah memahami dasar-dasar hukum pelaksanan ibadah haji yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali dengan waktu yang telah ditentukan.

Untuk lebih lengkapnya mengenai pelaksanaan haji akan kami bahas dalam makalah kami.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Haji dan dasar hukum pelaksanaan Haji?
2. Apa syarat, rukun dan manasikh haji?
3. Bagaimana persoalan-persoalan kontemporer haji saat ini?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat mengetahui pengertian haji dan dasar hukum pelaksanaan Haji.
2. Dapat mengetahui syarat, rukun dan manasikh haji.
3. Dapat mengetahui persoalan-persoalan kontemporer haji saat ini.

BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian Haji
Menurut bahasa, Haji (Arab), berarti mengunjungi, ziarah, atau menuju ke suatu lokasi yang tertentu.
Menurut isti’lah pada syara’, Haji berarti mengunjungi ka’bah (Baitullah) di Mekkah dalam waktu tertentu, kemudian disertai dengan perbuatan-perbuatan yang tertentu pula. (Matdawam, 1986: 20)
Sedangkan menurut KBBI Haji adalah rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yg harus dilakukan oleh orang Islam yg mampu mengunjungi Ka’bah pada bulan Haji dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai, dan wukuf.
Pengertian haji yang di jabarkan di atas sesuai dengan pengertian firman Allah SWT.

وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا ( البقرة : 125)

“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.” (Q.S. Al-Baqarah : 125).

Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
2. Dasar hukum Haji
a. Dalil Al-Qur’an
Allah SWT mewajibkan untuk melaksanakan ibadah haji sekali seumur hidup, jika sudah mampu.
Allah berfirman:

وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً (ال عمران : 97)

“Mengerjakan haji merupakan kewajiban manusia terhadap Allah, (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Q.S. Ali Imron: 97)
Ada juga dasar kewajiban haji dan umroh.
Allah berfirman:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ (البقرة : 196)

“Sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah.” (Q.S. Al-baqarah : 196).
b. Dalil As-Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Artinya:

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya,mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16). 

Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Hurairah r.a, ia berkata,

« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ

“Rasulullah SAW. berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah SAW lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan “iya”, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim).

c. Dalil Ijma’
Para ulama’ pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan kafir.

Haji merupakan rukun Islam yang ke empat, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan.
3. Syarat-syarat dalam Haji
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Mampu atau kuasa[2]
4. Rukun – rukun dalam Haji

Dalam hal, ini jika salah satu rukun Haji tidak dilaksanakan, maka Hajinya tidak sah dan tidak dapat ditebus dengan Dam (diganti dengan menyembelih binatang Qurban). (Matdawam, 1986:38)

1. Ihram disertai niat
2. Wuquf (berhenti) di Arafah. Kecuali ibadah umrah, tidak di adakan wuquf di Arafah
3. Thawaf di Baitullah
4. Sa’i antara Shafa dan Marwah
5. Bercukur untuk tahallul
6. Tertib[3]

· Ihram disertai Niat
Ihram (pakaian ihram), pakaian tersebut terdiri dari dua lembar kain yang ukurannya lk. 21/2 meter tanpa jahitan. Bahannya boleh kain mori, handuk, blacu dan lain sebagainya. Dan yang paling afdhal kain putih (tanpa warna dan gambar). Cara pemakaian: satu lembar diikat dibagian bawah sebagai penutup aurat dan selembar lagi diselempangkan ke badan dengan kepala terbuka.

Bagi kaum wanita, sukup memakai pakaian biasa yang bersih (afdhal putih), dan tidak boleh menutup muka dan telapak tangan (seperti shalat dengan memakai rukuh).

Niat haji dalam hal ini dapat di kategorikan menjadi 3 macam yaitu:

1) Haji Ifrad yaitu: (mendahulukan haji dari pada umroh),berihram dengan niat untuk haji saja. Dengan mengucapkan niat

لَبَّيْكَ اللهُمَّ حَجًّا

“Ya Allah ini saya datang menyambut seruan-Mu untuk menunaikan Haji”

2) Haji Qiran yaitu:(melaksanakan haji sekaligus umrah), berihram dengan niat untuk menunaikan ibadah haji dan umah. Dengan mengucapkan niat

لَبَّيْكَ اللهُمَّ حَجًّ وَعُمْرَةً

“Ya Allah ini saya datang menyambut seruan-Mu untuk menunaikan ibadah Haji dan Umrah”

3) Haji tamattu’ yaitu: (mendahulukan umrah dari pada haji), berihram dengan niat untuk menunaikan umrah terlebih dahulu baru kemudian haji.

· Wukuf di Padang Arafah
Adapun waktunya, mulai tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjjah.

· Thawaf di Baitullah
Thawaf artinya mengelilingi Baitullah. Adapun syarat-syarat thawaf, yaitu:

- Menutup aurat.
- Suci dari hadats kecil dan besar.

- Suci badan, pakaian dan tempat dari najis.
- Thawaf dimulai dari Hajar Awsad dan di akhiri di sana juga.
- Ketika thawaf, hendaklah ka’bah berada di sebelah kiri.
- Ketika thawaf, hendaklah sebelah luar ka’bah dan hajar Isma’il, supaya tidak tersentuh dan thawaf menjadi sah.
- Ketika thawaf, hendaklah dalam lokasi Masjidil Haram.
- Thawaf dikerjakan sebanyak 7 kali.
Macam-macam Thawaf, antara lain:

- Thawaf Umrah
Merupakan rukun umrah, dilaksanakan waktu para jama’ah sampai di Makkah dari miqat(tempat ihram) dan dalam keadaan pakai ihram.

- Thawf Ifadhah
Merupakan rukun haji adalah thawaf ifadhah, dikerjakan setelah para jama’ah haji berada di Mina untuk melempar Jumrah, kemudian kembali ke Makkah.

- Thawaf Qudum
Thawaf ini adalah sunnat, dikerjakan bagi orang yang melaksanakan haji ifrad.

- Thawaf Tathawwu’ (thawaf tahiyat)
Thawaf ini adalah sunnat, dikerjakan setiap kali masuk masjidil Haram.

- Thawaf wada’
Artinya thawaf perpisahan, dikerjakan ketika akan meninggalkan masjidil haram untuk kembali ke tanah air.

· Sa’i antara Shafa dan Marwah
Dilakukan dengan bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali dengan berjalan kaki. Tapi bagi Yang sakit atau tidak kuat berjalan (tua) di perbolehkan menggunakan kursi roda, becak dan lain sebagainya.

· Bercukur untuk Tahallul
Paling sedikit menggunting tiga lembar. Kalau wanita, cukup menggunting ujung rambutnya, dan juga paling sedikit tiga lembar. Apabila ini sudah dilakukan, maka segala macam larangan dalam masa menggunakan pakaian ihram haji maupun umrah sudah di perbolehkan atau di halalkan (tahallul), kita boleh mengganti pakaian ihram dengan pakaian biasa.

· Tertib (berturut-turut)
Semua rukun haji dan umrah, hendaklah dikerjakan secara tertib atau berurutan, dari awal sampai akhir.

5. Wajib Haji
1. Berpakaian Ihram dari miqat.
2. Bermalam di Muzdalifah.
3. Bermalam di Mina (Muna).
4. Melontar Jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah.
5. Tidak melakukan perbuatan yang diharamkan pada waktu ihram.
6. Sunnah – Sunnah dalam Haji
1. Mandi untuk Ihram
2. Shalat sunnah ihram 2 raka’at
3. Thawaf qudum, yaitu thawaf karena datang di Tanah Haram
4. Membaca Talbiyah
5. Bermalam di Mina pada tanggal 9 Dzulhijjah
6. Bermalam di Arafah pada siang dan malam
7. Berhenti di Masy’aril Haram pada hari Nahar (10 Dzulhijjah)
8. Berpakaian ihram yang serba putih
7. Manasikh Haji

1. Di Mekkah (pada tanggal 8 Dzulhijjah), mandi dan berwudlu, memakai kain ihram, shalat sunnat ihram dua raka’at, niat haji, pergi ke Arafah, membaca talbiyah, sholawat dan do’a.

2. Di Arafah, waktu masuk Arafah berdo'a, dan berwukuf, (tanggal 9 Djulhijjah).
Sebagai salah satu rukun haji, seorang jama’ah harus berada dia Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah meskipun sejenak, waktu wuquf di mulai waktu dhuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah, Berangkat menuju Muzdalifah sehabis Maghrib, Tidak terlalu lama (mabit) di Muzdalifah sampai lewat tengah malam, Berdo'a waktu berangkat dari Arafah.

3. Di Muzdalifah (pada malam tanggal 10 Djulhijjah), berdo'a dan Mabit, yaitu berhenti di Muzdalifah untuk menunggu waktu lewat tengah malam sambil mencari batu krikil sebanyak 49 atau 70 butir untuk melempar jumrah kemudian Menuju Mina.

4. Di Mina, berdo'a, melontar jumroh dan bermalam (mabit) pada saat melempar jumroh, yang dilakukan yaitu ;
a. melontar jumroh Aqobah, waktunya setelah tengah malam, pagi dan sore. Tetapi diutamakan sesudah terbit matahari tanggal 10 Djulhijjah.
b. melontar jumroh ketiga-tiganya pada tanggal 11,12,13 Dzulhijjah waktunya pagi, siang, sore dan malam. Tetapi diutamakan sesudah tergelincir matahari.

- Setiap melontar 1 jumroh 7 kali lontaran masing-masing dengan 1 krikil.

- Pada tanggal 10 Djulhijjah melontar jumroh Aqobah saja lalu tahallul (awal).Dengan selesainya tahallul awal ini, maka seluruh larangan ihram telah gugur, kecuali menggauli istri. setelah tahallul tanggal 10 Djulhijjah kalau ada kesempatan akan pergi ke Mekkah untuk thawaf Ifadah dan sa'i tetapi harus kembali pada hari itu juga dan tiba di mina sebelum matahari terbenam.

- Pada tanggal 11, 12 Djulhijjah melontar jumroh Ula, Wustha dan Aqobah secara berurutan, terus ke Mekkah, ini yang dinamakan naffar awal.

- Bagi jama'ah haji yang masih berada di Mina pada tanggal 13 Djulhijjah diharuskan melontar ketiga jumroh itu lagi, lalu kembali ke Mekkah. itulah yang dinamakan naffar Tsani.

- Bagi jama'ah haji yang belum membayar dam harus menunaikannya disini dan bagi yang mampu, harus memotong hewan qurban.

5. Kembali ke Mekkah, Thawaf Ifadah, dan Thawaf Wada, Setelah itu rombangan jama’ah haji gelombang awal. bisa pulang ke tanah air.

8. Persoalan-persoalan Kontemporer Haji
Ada permasalahan haji pada saat ini yang mungkin sangat tidak bisa dilewatkan bagi kaum Muslimin, diantaranya :

1. Haji tidak lepas dengan Permasalahan Perbankan, bagi seorang Muslim yang ingin menjauhkan dari perbankan karena di dalamnya ada unsur riba, maka seorang Jama’ah haji pasti tidak akan bisa menghindarinya, karena sejak mulai pendaftaran harus lewat perbankan,

2. Haji memungkinkan seseorang untuk intiqolul madzhab,
Umat Islam Indonesia kebanyakan adalah penganut Syafi’iyyah, dimana bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan dapat membatalkan wudhu, sedangkan dalam kondisi pelaksanaan Ibadah haji kurang-lebih 2 juta umat manusia dari penjuru dunia kumpul di Makkah, ini sangat sulit menghindari persentuhan kulit tersebut, maka jalan yang ditempuh adalah intiqolul madzhab.

3. Penundaan masa haidl bagi wanita
Pada dasarnya ada dua faktor yang menjadi alasan bagi wanita untuk memakai obat pengatur siklus haid, yaitu: Untuk keperluan ibadah dan untuk keperluan diluar ibadah.

4. Permasalahan miqod,
ada 2 macam miqot, yaitu : Miqot zamaniyah yaitu bulan-bulan haji, mulai dari bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah. Miqot makaniyah yaitu tempat mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau umroh. Ada lima tempat:

a. Dzulhulaifah (Bir ‘Ali), miqot penduduk Madinah.
b. Al Juhfah, miqot penduduk Syam.
c. Qornul Manazil (As Sailul Kabiir).
d. Yalamlam (As Sa’diyah), miqot penduduk Yaman.
e. Dzat ‘Irqin (Adh Dhoribah), miqot penduduk Iraq

bagi penduduk daerah tersebut dan yang melewati miqot itu.
Sebagian jama’ah haji dari negeri kita, meyakini bahwa Jeddah adalah tempat awal ihram. Mereka belumlah berniat ihram ketika di pesawat saat melewati miqot, namun beliau tidak menetapkannya sebagai miqot. Inilah pendapat mayoritas ulama yang menganggap Jeddah bukanlah miqot. Ditambah lagi jika dari Indonesia yang berada di timur Saudi Arabia, berarti akan melewati miqot terlebih dahulu sebelum masuk Jeddah, bisa jadi mereka melewati Qornul Manazil, Dzat ‘Irqin atau Yalamlam.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Dari uraian diatas dapat di Tarik beberapa kesimpulan:

Haji berarti menyengaja menuju ke ka’bah baitullah untuk menjalakan ibadah yaitu ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’

Tata cara pelaksanaan haji harus sesuai dengan syarat, rukun, wajib dan sunnat haji. Islam, Syarat haji diantaranya : Baligh, Berakal, Merdeka, Kekuasaan (mampu}sedangkan Rukun Haji adalah : Ihram yaitu berpakaian ihram, dan niyat ihram dan haji, Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah; Thawaf, Sa'i, Tahallul dan Tertib atau berurutan. Yang bertujuan agar hajinya sah dan di terima Allah SWT.

Ada permasalahan haji pada saat ini yang mungkin sangat tidak bisa dilewatkan bagi kaum Muslimin, diantaranya : Haji tidak lepas dengan permasalahan Perbankan, Haji memungkinkan seseorang untuk intiqolul madzhab, Penundaan masa haidl bagi wanita dan permasalahan miqot.

B. SARAN

Bagi semua umat Islam khususnya mahasiswa untuk lebih memahami tentang Hajilebih mendalam agar bertambah pula pengetahuan dan Iman kita. Dan mengamalkan kepada orang – orang Islam khususnya.

C. HARAPAN

Semoga makalah yang kami tulis mengenai Haji dapat bermanfaat bagi pembaca yang haus akan ilmu pengetahuan terutama dalam menguatkan agama. Kritik dan saran selalu kami nanti untuk menyempurnakan makalah kami yang jauh dari kata sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

-Matdawam M. Noor, Pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh,1986, Yogyakarta: Yayasan Bina Karier .
-Ali Yahya Muhammad Taufiq, Mekkah Manasik Lengkap Umroh dan Haji Serta Do’a-do’anya, 2008, Jakarta: Lentera
-Al-Qarni ‘Aidh, Ketika Penghuni Kubur di Bangkitkan, 2010, Yogyakarta: Laksana
-Abi Bakar bin Syayid Muhammad Syatho, Syekh, Khasiyah I’anatuth Tholibin,Darul Ihya
-Abi Zakaria Muhyidin Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Minhaj Syarah Shohih Muslim
-Abi Zakaria Al-Anshori, Hasiyah Asy-Syarqowi, 1996, Bairut: Darul Fikri
-http//jungpasir27.blogspot.com/2013/10/makalah-mata-kuliah-fiqih-tentang-haji.html
-[1] Drs. M Noor Matdawam, Pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh, Yogyakarta: Yayasan Bina Karier, 1986, hlm. 1
-[2] M. Taufiq Ali Yahya, Manasik Lengkap Haji & Umroh Serta Do’a-do’anya,Jakarta: Lentera, 2008, hlm. 447
-[3] Op. cit, hlm. 38