Membahas masalah ciuman mungkin terasa tabu bagi sebagian orang, akan tetapi ada beberapa pembahasan terkait fikh ciuman. Jika untuk membahas masalah agama dan menjelaskan kebenaran, maka tidak ada rasa malu dalam hal ini. Sebagaimana ketika Ummu Sulaim ketika ingin bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘apakah wanita yang bermimpi basah harus mandi janabah juga?’. Awalnya Ummu Sulaim malu untuk bertanya dengan pertanyaan ini, akhirnya karena untuk bertanya kebenaran, ia memberanikan diri bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ummu sulaim berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِي مِنَ الحَقِّ، فَهَلْ عَلَى المَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ؟
Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dalam menjelaskan kebenaran. Apakah wanita wajib mandi junub ketika dia bermimpi?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
نَعَمْ، إِذَا رَأَتِ المَاءَ
”Iya, apabila dia melihat air mani.”
Mendengar dialog ini, Ummu Salamah tersenyum dan keheranan, “Apa wanita juga mimpi basah?” kemudian direspon oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نَعَمْ، تَرِبَتْ يَمِينُكِ، فَبِمَ يُشْبِهُهَا وَلَدُهَا
“Iya, lalu ada dari mana ada kemiripan pada anaknya.”(HR. Bukhari 3328 & Muslim 313).
Terkait dengan ciuman, ada beberapa jenis dan sesuai dengan orang yang dicium. Ibnu Abidin As-Dimasyqi rahimahullah berkata,
التقبيل على خمسة أوجه: قبلة المودة للولد على الخد، وقبلة الرحمة لوالديه على الرأس، وقبلة الشفقة لأخيه على الجبهة وقبلة الشهوة لامرأته وأمته على الفم وقبلة التحية للمؤمنين على اليد وزاد بعضهم، قبلة الديانة للحجر الأسود جوهرة.
“Ciuman itu ada lima macam:
1. Ciuman cinta, yaitu ciuman kepada anak di pipinya.
2. Ciuman kasih sayang, yaitu ciuman kepada ibu dan bapak di kepalanya.
3. Ciuman sayang, yaitu ciuman kepada saudara di dahinya.
4. Ciuman birahi, yaitu ciuman kepada istri atau budak perempuan di mulutnya.
5. Ciuman penghormatan, itulah ciuman di tangan untuk orang-orang yang beriman.
Sebagian ulama menambahkan yaitu ciuman sebagai ketaatan terhadap agama yaitu mencium batu hajar aswad.” (Raddul Mukhtar ‘alad Duril Mukhtar 6/384, Darul Fikr, Beirut)
Bagaimana dengan kebiasaan sebagian kaum muslimin apabila bertemu (setelah berpisah dalam waktu yang lama) kemudian saling menempelkan pipi? Dalam Fatwa AL-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan,
المشروع عند اللقاء السلام والمصافحة بالأيدي ، وإن كان اللقاء بعد سفر فيشرع كذلك المعانقة؛ لما ثبت عن أنس رضي الله عنه قال: (كان أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إذا تلاقوا تصافحوا، وإذا قدموا من سفر تعانقوا) وأما تقبيل الخدود فلا نعلم في السنة ما يدل عليه.
“Yang disyariatkan ketika bertemu adalah mengucapkan salam dan menjabat tangan, apabila pertemuan setelah dari safar dan disyariatkan juga berpelukan, karena terdapat dalil dari Anas bin Malik berkata: bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika bertemu mereka saling berjabat tangan dan jika tiba dari safar mereka saling berpelukan. Adapun saling menempelkan pipi maka kami tidak mengetahui sunnah yang menunjukkan hal ini.” (Fatwa AL-Lajnah 24/128)
Perlu diperhatikan, walaupun saling menempelkan pipi tidak ada dalil yang menyatakan sunnah, akan tetapi hal ini termasuk perkara mubah yang tidak terlarang, terlebih lagi hal ini menjadi kebiasaan dan adat di antara manusia, maka tidak apa-apa apabila dilakukan bahkan semoga bisa menjadi pahala karena bisa membuat senang dan sebagai bentuk ekspresi gembira kepada saudaranya yang sudah lama tidak berjumpa.
Dalam hal terkait fikh ciuman ini, perlu juga diperhatikan mashlahat dan madharatnya. Sebuah kaidah yang perlu kita perhatikan:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
“Menolak mafsadat didahulukan daripada mendatangkan mashlahat”
Prakteknya seperti ini misalnya: boleh mencium saudari kandungnya di dahinya, akan tetapi apabila saudarinya tersebut sudah baligh dan dewasa, dengan pertimbangan kadiah tersebut hendaknya kita hindari. Demikian semoga bermanfaat (Al-Inaya/Muslim)