Tuesday, December 13, 2016

Pandangan Islam Dalam Tasyakkuran (Hajatan)

Assalamualaikm Wr. Wb.
Saya Ingin bertanya bagaiman hukum membuat selamatan (tasyakkuran)untuk naik haji baik waktu berangkat maupun setelah pulang dengan selamat. Sebab ada tetangga saya yang bilang. Bahwa perbuatan ini secara aqidah haram dan syirik. Padahal sejak dulu amalan ini berlangsung, dan para ulama sepuh tidak secara “sengit” mengatakan ini berlawanan dengan aqidah dan bagaimana hukum berziarah ke makan Nabi.?trimakasih atas perhatiana dan jawaban yang telah diberikan. Ini sangat penting karena untuk pegangan saya dalam menangkis teguran-teguran tegangga yang kurang simpatik itu.
Kisah Nabi Ismail dan Ibunya siti hajar yang ditinggal di padang yang tandus 
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
bersyukur adalah sebuah keharusan bagi setiap makhluk(hamba) yang mendapatkan nikmat dari khalik-Nya. Di dalam al-Qur’an disebutkan dalam sepotong ayat yang berbunyi sebagai berikut:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (٧)
Artinay : dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Syukur pada intinya dalah respon positif seorang hamba atas karunia yang diberika Allah kepadanya. Sikap syukur ini akan terwujud dalam bentuk berubahnya kebiasaan hamba tadi dari kurang ibadah menjadi tambah ibadah, baik ibadah vertical maupun horizontal (social). Ekpresi (wujud) ibadah vertical berupa semakin suka ia berdoa dan menambah amalan sunnah sedangkan wujud social diskpresikan dengan mengundang keluarga dan hamdai taulan untuk berdoa bersama sembari member hidangan. Member makan itu perbuatan yang baik dan berpahala, demikian juga berhimpun dalam doa bersama dengan sesame Muslim adalah silaturrahmi yang dapat meningkatkan ukhuwah Islamiyah . Telah diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah R.A, bahwa ketika Rasulullah SAW usai melaksanakan haji , beliau menyembelih kambing (HR. Bukhori Muslim h. 2859). Di dalam kitab Al-Figh al-Wadhih min Al-Kitab wa as Sunnah , juz,I, h. 673  juga disebutkan tentang disunnahknnya tasyakkuran usain haji.
Oleh karena itu menyelenggarakan tasyakkuran adalah amal yang positif (mustahab) selama tidak disertai rasa riyak’(karena ingin dipuji orang) atau sebaliknya diselenggarakan secara terpaksa karena malu atau sungkan pada tetangga dan kerabat, atau karena tekanan adat yang kuat. Atau apalagi jika mengadakan dengan memaksakan diri sehingga harus utang.
Adapun soal hukum berziaroh ke makam Rasulullah Muhammad SAW adalah sunnah. Imam ad-Darquthni meriwayatkan, bahwa siapa saja yang dating berziaroh kepadaku dan keperluannya untuk berziaroh kepadaku(tiada maksud dan keperluan yang lain). Maka Allah memberikan jaminan agar aku memberikan syafa’at (pertolongan) kepadanya di hari kiamat kelak. Juga dari Imam ad-Daruqutni SAW bersabda: “siapa yang naik haji dan berziarah ke makamku setelah aku wafat, maka dia seperti berziarah kepadaku di masa hidupku.
Kisah Nabi Daud A.S
Pengarang kitab I’anat al-Thalibin menyatakan : “ Bahwa berziarah ke makan Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu qurbah (ibadah) yang paling mulia. Karena itu sudah selayaknya diperhatikan oleh seluruh umat Islam, dan jangan sampai tidak berziarah padahal mendapat peluang , terutama mereka melaksanakan haji, karena hak-hak Nabi Muhammad SAW atas umatnya sungguh sangat agung. Maka jika salah sorang di antara mereka itu datang kepala dijadikan kaki dari ujung bumi yang terjauh hanya untuk berziarah kepada makam Rasulullah SAW, maka itu tidak cukup untuk memenuhi hak yang harus diterima oleh Nabi(dari umatnya), semoga Allah membalas (Nabi) kepada kaum Muslimin denag balsan yang sempurna”. I’anat Thalibin juz 2, h. 313).

Artikel: By Al-Inaya. Blogspot.com