Thursday, December 8, 2016

Penjelasan Hadits 73 Golongan

Assalamu alikum Wr. Wb.
Ada sebuah hadist popular menyatakan, umat Islam akan terpecah menjadi 73 Golongan . Menurut teks hadist ini semua akan masuk neraka kecuali satu golongan atau kelompok, yakni yang mengikuti Nabi dan para sahabat Nabi. Sepengatahuan saya hadist ini termaktub diberbagai kitab kuning dan banyak dikutip oleh penceramah agama, Namun , ada pendapat dari luar mainstream ( arus utama ) Ahlussunnah Waljama’ah yang mengatakan, hadist itu lemah(dha’if) .alasannya dengan dahist itu Ahlussunnah mengkalim hanya pahamnyalah yang benar. Mohon penjelasan.
Alaikumussalam Wr. Wb.
Hadist Iftiraq ( perpecahan ) tersebut termuat dalam Sunan At-tirmizdi ( 2565) dan al-Farq bain al-Firq (7-9)yang teks lengkapnya sebagai berikut dari Abdullah bin Amr ia berkata Rasululah SAW berkata seungguhnya bani Isra’il telah terpecah menjadi 27 golongan dan umatku menjadi 73 golongan semua masuk neraka kecuali satu golongan sahabat bertanya siapakah itu wahai Rasulullah.? Nabi SAW menjawab golongan itu ialah pengikut ( yang berperang pada ) segla perbuatan yang telah aku dan para sahabatku amalkan Imam Jalaluddin Assyuyuthi mengarang kitab Al-Jami Assaghir mengatagorikan hadist tersebut sebag ai mutawatir (diriwatkan banyak jalur) karena hadist shahih ini dapat dijadikan hujjah atau dalil (Faidhl Qodir Juz II, hlm 21 )Teks hadist ini sejalan dengan Al-Quran ( QS.4:59)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Di dalam ayat di atas memerintahka orang beriman agar taat kepada Allah, Rasul dan ulil amri  (mereka yang mendapat mandat umat ).Adapu Ulil Amri yang paling dekat masanya dengan Nabi adalah para sahabat. Perselisihan sebagian ulamak dalam menafsirkan hadist ini bukan pada sanad atau matarantai perawinya, tapi pada matan atau teksnya. Terutama pada kalimat pecah dalam 73 golongan yang menimbulkan beberapa pertanyaan : apakah jumlah itu sudah ada sejak zaman Nabi, persih secara kuantitatif sesuai angkanya.? Ataukah hal itu akan timbul sesudah zaman Nabi sampai sekarang, atau sampai akhir masa kelak di hari kiamat.? Jika ditakwilkan secara kontekstual, hadist tersebut majazi ( Metaforis) tidak berbicara mengenai jumlah klompok (perpecahan), melinkan secara kualitatif menjelaskan bentuk perpecahan yang menyimpang dari tuntunan aqidah yang selama dibangun oleh Nabi, kata 7  (Sab’ah) dan tujuh puluh (sab’in ) sama sekali tidak mengacu pada angka yang tersurat, melinkan pa makna yang tersirat. Dalam al-Quran ada ayat tentang aknga 70 ini, sekalipun kamu memohon ampunan tujuh puluh kali bagi mereka. (QS 9: 80)

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (٨٠)
80. kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, Namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
Kalimat ini tidak berbicara mengenai angka 70 yang harus dimohonkan, tapi pada pemhaman yang bermakna kesungguhan permohonan. Persis sama seperti dalam tradisi bahasa kita (Indonesia) ketika akan menyatakan celaka yang sungguh-sungguh celaka, dengan pengungkapan kalimat metaforis celaka 12. Bukan berarti 12 kali celaka, tapi bermakna benar-benar celaka. Karena itu paham Ahlussunah waljama’ah yang berpegang paada tesk ini meyakini (bukan mengklaim), bahwa hadist-hadis ini sahih dan mutawatir karena sunnah Nadi Ijma’ shabat Nabi( Ma ana’ alaihi wa ashabi )termasuk dalam satu kesatuan sumber hokum yang jadi rujukan dalam aktualisasi aqidah.