Assalamu alaikum Wr. Wb.
Akhir-akhir ini saya sering menerima bulletin/ selebaran
yang isinya mencuatkan kembali masalah khilafiyah di tengah umat ahlus
sunnah wal jama’ah di Indonesia ini.karena kata-katanya yang profokatif
selebaran y ang seringkali tampa nama dan alamat penerbit yang jelas itu
berbuat adu domba. Misalnya kalimat-kalimat yang mengharamkan kalimat zikri dan
tahlilan, ziarah kubur, maulid Nabi dan sebagainya yang sudah menjadi tradisi
muslimin di sini sejak zaman Walisongo (perintis dakwah) itu. Bagaimana kami
menyikapi hal ini.?
Wassalam Wr. Wb.
Masalah khilafiyah itu sebenarnya permasalahan furu’iyah
(cabang) yang merupakan alternative (pilihan)
bagi umat, mana yang mereka sukai dari berbagai ragam pendapat.boleh memilih
mana yang cocok dengan praktek dan tradisi keagamaannya. Orang NU di sini
dikenal punya tradisi ikri dengan upacara tahlilan ,orang muhammadiyyah juga
berzikir dengan cara yang tidak sama tentu dengan tahlilan a la NU,tapi
keduanya sama-sam berdo’a dan berzikir.disinilah terletak keluasan tafsir atas
makna hadist yang berbunyi “ikhtilaf ulama rahma”(perbedaan pendapat diantara
para ulama itu merupakan karunia kasih ALLAH),yang kita saksikan adalah karinia
keanekaragaman dalam mengekspresikan zikir kepada ALLAH.
Adapun tradisi upacara-upacara keagamaan local yang
digantikan dan diisi dengan zikir dan
segala amalan lain yang sesuai syariat
tentu saja tidak apa-apa.trasi local itu termasuk adat,yng menurut ilmu
al-ushul,adat(yang baik itu )merupakan hukum “AL’adatu muhakkamatun”
Islam itu dilahirkan disuatu kondisi masyarakat yang tidak
vakum budaya.sudah ada budayah jahiliyah , yang baik dipertahankan oleh syari’at Islam
yang dibawa Nabi SAW,sedangkan yang jelek
dilarang. Misalnya tradisi positif hormat tamu yang diterima oleh Islam dengan
dikaitkan keimanan kepada Allah dan hari akhir. (H.R. Bukhori –Muslim).
Sebaliknya minuman keras, judi, mut’ah(samen iven)dilarang oleh Rasulullah
karena bertentangan dengan kemaslahatan manusia.
Jadi, biasakanlah kita toleransi dalam perbedaan furu’ tana
harus mencap itu bi’ah dan sesat, apalagi sampai kafir-mengkafirkan. Sebab ,
masing-masing itu punya hujjah(alas an) sendiri-sendiri. Yang tidak baik adalah
jangan membawa syari’ah Islam ini ke lorong sempit dengan alas an tidak pernah
ada di zaman Nabi dan sebagainya itu kemudian menolaknya dengan menyatakan
sesat dan kafira. Ada baiknya kita mengenang ucapan Iman Syafii’I menegenai
perbedaan : “ pendapatku benar tapi menga ndung kemungkinan salah . sedangkan
pendapat orang lain itu salah, tapi mengandung kemungkinan itu benar”.
Islam ini dinamis dan salih(cocok) likulli zaman
(waktu) wa makan (tempat), karena itu merupakan rahmat yang bergulir searas dengan kemaslahatan
umat. Sudah tidak relevan lagi menghidupkan masalah-masalah khilafiyah dengan
cap bid’ah.untuk tahlil, ziarah kubur dan mauled – karena semua amalan
rohani(doa dan zikir)ini ada argumentasi dan dalilnya.(Baca: Qowa’id al-Ahkam
fi masalih al-Anam, juz 2, hlm. 172-173)cobalah kita membiasakan diri untuk
bersangka baik dengan sesame kiat.!
Artikel By Al-Inaya.blogspot.com