Sunday, May 27, 2018

Hukum Membeli Diskon Natal Non-Muslim

Perlu diketahui bahwa hukum asal muamalah dengan non-muslim adalah boleh. Sebagaimana dalam hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermuamalah dengan yahudi di Madinah dan orang kafir Quraisy, baik dalam jual beli, pinjam-meminjam, gadai dan dalam muamalah lainnya.

Berikut hadits mengenai muamalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana baju perang beliau masih dalam keadaan tergadaikan pada seorang Yahudi ketika beliau meninggal.


Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
ﺗُﻮُﻓِّﻰَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻭَﺩِﺭْﻋُﻪُ ﻣَﺮْﻫُﻮﻧَﺔٌ ﻋِﻨْﺪَ ﻳَﻬُﻮﺩِﻯٍّ ﺑِﺜَﻼَﺛِﻴﻦَ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻌِﻴﺮٍ
“Ketika Rasulullah ﷺ wafat, baju besi beliau tergadaikan pada orang Yahudi sebagai jaminan untuk 30 sha’ gandum.”[1]

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa berdasarkan hadits ini bolehnya bermuamalah dengan orang kafir, beliau berkata
وفي الحديث جواز معاملة الكفار فيما لم يتحقق تحريم عين المتعامل فيه
“Hadits ini merupakan dalil bolehnya bermuamalah dengan orang kafir selama belum terbukti keharamannya.”[2]

Boleh membeli diskon natal dan perayaan non-muslim dengan syarat berikut
Sebagaimana kita ketahui bahwa agama kita melarang ikut serta dalam perayaan agama orang kafir dan tidak boleh mengucapkan selamat kepada mereka walaupun sekedar formalitas karena ini menunjukkan bentuk ridha pada perayaan agama mereka.


Muncul pertanyaan, ketika ada perayaan agama mereka, terkadang ada diskon pada beberapa toko dan penjualan produk, apakah muslim boleh membelinya atau tidak?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bolehnya hal ini dengan membawa kisah imam Ahmad yang ditanya, apakah boleh datang ke pasar mereka untuk membeli saja dan tidak sampai masuk ke gereja mereka, yaitu ketika ada perayaan agama mereka. Imam Ahmad membolehkan hal ini, kemudian Ibnu Taimiyyah berkata,
ﻓﻤﺎ ﺃﺟﺎﺏ ﺑﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﻣﻦ ﺟﻮﺍﺯ ﺷﻬﻮﺩ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﻓﻘﻂ ﻟﻠﺸﺮﺍﺀ ﻣﻨﻬﺎ، ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﻜﻨﻴﺴﺔ، ﻓﻴﺠﻮﺯ؛ ﻷﻥ ﺫﻟﻚ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺷﻬﻮﺩ ﻣﻨﻜﺮ، ﻭﻻ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﺼﻴﺔ؛
“Adapun jawaban Imam Ahmad yang membolehkan datang ke pasar saja untuk menbeli tanpa masuk ke gereja, maka boleh saja, karena tidak termasuk menghadiri acara kemungkaran dan tidak membantu mereka dalam kemaksiatan.”[3]

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid juga menjelaskan bahwa hal ini boleh dengan dua syarat, beliau berkata:
ﻻ ﺣﺮﺝ ﻓﻲ ﺷﺮﺍﺀ ﺍﻟﻤﻼﺑﺲ ﻭﺍﻷﺛﺎﺙ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻓﻲ ﻣﻮﺳﻢ ﺃﻋﻴﺎﺩ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻛﺎﻟﻜﺮﻳﺴﻤﺲ ، ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻻ ﻳﺸﺘﺮﻱ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﻌﺎﻥ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﺎﻟﻌﻴﺪ ﺃﻭ ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﺎﻟﻜﻔﺎﺭ ﻓﻲ ﻋﻴﺪﻫﻢ .
“Boleh menjual beli pakaian, perabotan dan lain-lainnya ketika terkait dengan momen perayaan agama orang kafir seperti natal, dengan syarat jual beli ini tidak membantu mereka untuk merayakan hari raya mereka atau menyerupai mereka dalam hari raya mereka.


Beliau melanjutkan,
ﺃﻧﻪ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﻤﺴﻠﻢ ﻓﺘﺢ ﻣﺘﺠﺮﻩ ﻓﻲ ﺃﻳﺎﻡ ﺃﻋﻴﺎﺩ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ، ﺑﺸﺮﻃﻴﻦ :
ﺍﻷﻭﻝ : ﺃﻻ ﻳﺒﻴﻊ ﻟﻬﻢ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﻌﻤﻠﻮﻧﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﻌﻴﻨﻮﻥ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺇﻗﺎﻣﺔ ﻋﻴﺪﻫﻢ .
ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺃﻻ ﻳﺒﻴﻊ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﻌﻴﻨﻮﻥ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﺎﻟﻜﻔﺎﺭ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻋﻴﺎﺩ
“Boleh bagi seorang muslim melakukan jual-beli pada hari raya orang kafir dengan dua syarat:

Pertama: Tidak menjual untuk mereka yang bisa membantu mereka untuk melakukan kemaksiatan dan membantu melakukan hari raya mereka (misalnya menjual perlengkapan natal atau kue-kue khas natal, pent)

Kedua: Tidak menjual kepada kaum muslimin yang bisa menyerupai orang kafir (tasyabbuh) pada hari raya tersebut (misalnya, menjual petasan, lonceng khas natal, topi sinterklas, pent).”[4]

Muhammad Syam Al-Haq dalam kitab ‘Aunul Ma’bud menjelaskan rinciannya, bahwa maksud boleh membeli di sini adalah membeli apa yang ia biasa beli dalam kesehariannya, semisal biasa membeli di tempat itu kemudian ada diskon, ia beli sesuai dengan kebutuhannya yang menjadi kebiasaannya. Beliau berkata,

عن القاضي أبي المحاسن الحسن بن منصور الحنفي أن من اشترى فيه شيئاً لم يكن يشتريه في غيره أو أهدى فيه هدية فإن أراد بذلك تعظيم اليوم كما يعظمه الكفره فقد كفر وإن أراد بالشراء التنعم والتنزه وفي الإهداء التحاب جرياً على العادة لم يكن كفراً لكنه كان مكروه كراه التشبه بالكفرة فحينئذٍ يحترز عنه”
“Dari Al-Qadhi Abul Mahasin al Hasan bin Manshur al Hanafi (berkata) bahwa siapa saja yang pada saat hari raya orang kafir membeli sesuatu yang biasanya tidak dia beli di hari-hari yang lain atau memberikan hadiah pada hari tersebut untuk bermaksud mengagungkan hari raya orang kafir sebagaimana pengagungan orang-orang kafir maka dia menjadi kafir karenanya.


Akan tetapi jika ia bermaksud membeli barang tersebut pada waktu itu adalah ingin mengambil manfaat barang tersebut dan maksud hatinya dengan memberi hadiah adalah mewujudkan rasa cinta sebagaimana biasanya maka tidak kafir akan tetapi terlarang karena menyerupai orang kafir. Karenanya hal ini harus dijauhi”.[5]
Demikian semoga bermanfaat.(al-Inaya/Islam.or.id)

Catatan kaki:
[1] HR. Bukhari no. 2916
[2] Fathul Bari 5/141, Darul Ma’rifah, Beirut, 1397 H, syamilah
[3] Iqtidha’ Shiratil Mustaqim 2/14
[5] ‘Aunul Ma’bud 3/341