Wednesday, August 15, 2018

Hukum wanita haid ceramah dengan dalil al-Quran

Seorang da’i yang berceramah di depan puklik pasti akan membawakan dalil akli ataupun dalil naqli yang di ambil dari al-qur’an danhadist tetapi kadang mereka berdalih dengan sejarah masa lalu yang juga di ambil dari al-Qur’an dan hadist.oleh karena itu banyak dari da’I perempuan (Da’iyah) yang kadang dalam keadaan haid berceramah menjelaskan beberapa kehidupan dunia dan akhirat yang dikutip dari al-qura’an.

Satu contoh Sulis adalah salah satu da’iyah  yang cukup kondang di seluruh Indonesia. Malang nasibnya dikala menghadiri ceramahnya ia malah kedatangan tamu bulanan(haid) sehingga di hati ia merasa enggan mengambil dalil-dalil al-qur’an . akan tetapi karena di satu sisi ia khawatir jatuh reputasinya sebagai sang da’iyah , sulis tetap menggunakan dalil-dalil Al-Qur’an. Bagaimana Islam menyikapi hal ini dan bagaimana fiqih menjawabnya.? Apakah sulis tetap diperbolehkan mengangkap atau membawakan ayat al-Qur’an mengingat kondisinya datang bulan. Atau sulis tidak diperbolehkan.?

Baca : Melahirkan dengan operasi cessar apakah tetap mewajibkan mandi besar.?

Dalam kitab Hasyiyah al-Bujairimi Alal Khotib jus 1 Shahifah 358 Maktabah Dharul Fikri menyebutkan:

 تنبيه : يحل به لمن حدث الاكبر أذكار القرأن وغيرها كمواعظه وأخباره وأحكامه لابقصد القرأن كقوله عند الركوب: سبحن الذي سخرلنا هذا وما كنا له مقرنين , اي مطيعين ,وعند المصيبة , : إنا لله وإنا اليه راجعون . وما جرى به لسانه بلا قصد فإن قصد القرأن وحده أو مع الذكر حرم , وإن أطلق فلا كمانبه به النواوي في ذقائقه لعدم الاخلال بحرمته , لأنه لايكون قرأنا إلابالقصد قاله النواوي وغيره.أهـ

Keterangan : Peringatan : Halal bagi orang yang berhadast besar membaca dzikir-dzikir dari Al-Qur’an dan yang lainnya, seperti mauidzoh , menceritakan isi al-Qur’an dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya  jika tidak bertujuan membaca al-Qur’an  seperti ketika naik kendaraan mengucapkan سبحن الذي سخرلنا هذا وما كنا له مقرنين  dan tatkala terkena musibah mengucapkan إنا لله وإنا اليه راجعون atau ketika lisan terlanjur mengucapkan Al-Qur’an dengan tanpa disengaja. Dan bilamana bertujuan membaca al-qur’an saja atau disertai tujuan berzikir maka diharamkan, dan bila memutlakkan (tidak disertai tujuan apa-apa) maka tidak diharamkan, sebagaimana keterangan Imam An-Nawawi dalam karyanya Dhaqoiq sebab yang diucapkan itu tidak termasuk al-Qur’an kecuali disertai dengan tujuan (membaca al-qur’an) keterengan tersebut disampaikan oleh Imam an-Nawawi dan ulamak lainnya.

Baca : Hukum memotong rambut atau kuku ketika haid.

Disebutkan juga dalam Hasyiyah Ianah al-Tolibin jus 1 Shahifah 85 Maktabah Dharul Fikri sebagai berikut:

 وقوله : بقصده اي القرأن أي وحده أو مع غيره . وخرج بذالك ما إذا لم يقصده كما ذكر بأن قصد ذكره أو مواعظه أو قصصه او التحفظ ولم يقصد معها القراءة لم يحرم, وكذا إن أطلق, كأن جرى به لسانه بلا قصد شيئ ولو بما يوجد نظمه في غير القرأن , 
كسورة الاخلاص.اهـ
Keterangan : Apabila sesorang yang hadast besar bertujuan mambaca Al-Qur’an atau disertai tujuan lainnya maka hukumnya haram. Kecuali apabila tidak bertujuan membaca al-Qur’an , sebagaimana keterangan yang berlalu . contoh bertujuan berzikir, mauidzoh, menceritakan isi-isi al-qur’an, menghafalkan dan tidak disertai tujuan membaca al-Qur’an maka hukumnya tidak diharamkan, begitu juga apabila niat itu di mutlakkan, seperti terlanjur mengucapkan al-Qur’an tanpa ada tujuan apapun dan sekalipun yang diucapkan itu tidak ditemukan runtutannya kecuali dalam al-Qur’an seperti dalam surat al-Ikhlash.



Jadi kesimpulan dari keterangan di atas dan mengacu kepada Ibarah (dalil) yang sudah ada maka dinyatakan adanya kebolehan membaca al-Qur’an bagi orang yang haid dalam kondisi berceramah atau menceritakan kisa-kisah yang termuat dalam al-Qur’an dan hukumnya, dengan disertai tidak ada tujuan untuk membaca al-Qur’an. Wallahu a’lam Bishshawab. (Al-Inaya)