Seorang da’i yang berceramah di depan puklik pasti akan
membawakan dalil akli ataupun dalil naqli yang di ambil dari al-qur’an
danhadist tetapi kadang mereka berdalih dengan sejarah masa lalu yang juga di
ambil dari al-Qur’an dan hadist.oleh karena itu banyak dari da’I perempuan
(Da’iyah) yang kadang dalam keadaan haid berceramah menjelaskan beberapa
kehidupan dunia dan akhirat yang dikutip dari al-qura’an.
Satu contoh Sulis adalah salah satu da’iyah yang cukup kondang di seluruh Indonesia.
Malang nasibnya dikala menghadiri ceramahnya ia malah kedatangan tamu
bulanan(haid) sehingga di hati ia merasa enggan mengambil dalil-dalil al-qur’an
. akan tetapi karena di satu sisi ia khawatir jatuh reputasinya sebagai sang
da’iyah , sulis tetap menggunakan dalil-dalil Al-Qur’an. Bagaimana Islam
menyikapi hal ini dan bagaimana fiqih menjawabnya.? Apakah sulis tetap
diperbolehkan mengangkap atau membawakan ayat al-Qur’an mengingat kondisinya
datang bulan. Atau sulis tidak diperbolehkan.?
Baca : Melahirkan dengan operasi cessar apakah tetap mewajibkan mandi besar.?
Dalam kitab Hasyiyah al-Bujairimi Alal Khotib jus 1 Shahifah
358 Maktabah Dharul Fikri menyebutkan:
تنبيه : يحل به
لمن حدث الاكبر أذكار القرأن وغيرها كمواعظه وأخباره وأحكامه لابقصد القرأن كقوله
عند الركوب: سبحن الذي سخرلنا هذا وما كنا له مقرنين , اي مطيعين ,وعند المصيبة ,
: إنا لله وإنا اليه راجعون . وما جرى به لسانه بلا قصد فإن قصد القرأن وحده أو مع
الذكر حرم , وإن أطلق فلا كمانبه به النواوي في ذقائقه لعدم الاخلال بحرمته , لأنه
لايكون قرأنا إلابالقصد قاله النواوي وغيره.أهـ
Keterangan : Peringatan
: Halal bagi orang yang berhadast besar membaca dzikir-dzikir dari Al-Qur’an
dan yang lainnya, seperti mauidzoh , menceritakan isi al-Qur’an dan hukum-hukum
yang terkandung di dalamnya jika tidak
bertujuan membaca al-Qur’an seperti
ketika naik kendaraan mengucapkan سبحن الذي سخرلنا هذا وما كنا له مقرنين dan tatkala terkena musibah mengucapkan إنا لله وإنا اليه راجعون atau
ketika lisan terlanjur mengucapkan Al-Qur’an dengan tanpa disengaja. Dan
bilamana bertujuan membaca al-qur’an saja atau disertai tujuan berzikir maka
diharamkan, dan bila memutlakkan (tidak disertai tujuan apa-apa) maka
tidak diharamkan, sebagaimana keterangan Imam An-Nawawi dalam
karyanya Dhaqoiq sebab yang diucapkan itu tidak termasuk al-Qur’an
kecuali disertai dengan tujuan (membaca al-qur’an) keterengan tersebut
disampaikan oleh Imam an-Nawawi dan ulamak lainnya.
Baca : Hukum memotong rambut atau kuku ketika haid.
Disebutkan juga dalam
Hasyiyah Ianah al-Tolibin jus 1 Shahifah 85 Maktabah Dharul Fikri sebagai
berikut:
وقوله : بقصده اي
القرأن أي وحده أو مع غيره . وخرج بذالك ما إذا لم يقصده كما ذكر بأن قصد ذكره أو
مواعظه أو قصصه او التحفظ ولم يقصد معها القراءة لم يحرم, وكذا إن أطلق, كأن جرى
به لسانه بلا قصد شيئ ولو بما يوجد نظمه في غير القرأن ,
كسورة الاخلاص.اهـ
Keterangan : Apabila
sesorang yang hadast besar bertujuan mambaca Al-Qur’an atau disertai tujuan
lainnya maka hukumnya haram. Kecuali apabila tidak bertujuan membaca al-Qur’an
, sebagaimana keterangan yang berlalu . contoh bertujuan berzikir, mauidzoh,
menceritakan isi-isi al-qur’an, menghafalkan dan tidak disertai tujuan membaca
al-Qur’an maka hukumnya tidak diharamkan, begitu juga apabila niat itu di
mutlakkan, seperti terlanjur mengucapkan al-Qur’an tanpa ada tujuan apapun dan
sekalipun yang diucapkan itu tidak ditemukan runtutannya kecuali dalam al-Qur’an
seperti dalam surat al-Ikhlash.
Jadi kesimpulan dari
keterangan di atas dan mengacu kepada Ibarah (dalil) yang sudah ada maka
dinyatakan adanya kebolehan membaca al-Qur’an bagi orang yang haid dalam
kondisi berceramah atau menceritakan kisa-kisah yang termuat dalam al-Qur’an
dan hukumnya, dengan disertai tidak ada tujuan untuk membaca al-Qur’an. Wallahu
a’lam Bishshawab. (Al-Inaya)